
Senin, 22 November 2021 – Pada 3 September 2021 lalu, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi resmi diundangkan. Peraturan ini dipandang sebagai pintu awal kemenangan para penyintas kekerasan seksual di lingkungan kampus sebab memberikan sudut pandang yang komprehensif dan berpihak pada para penyintas. Mulai dari definisi kekerasan seksual yang menyoroti ketimpangan kuasa sebagai penyebab utama dari kasus kekerasan seksual, memiliki jaminan hak untuk korban tanpa terkecuali dalam prinsip penanganan kekerasan seksual, turut memasukkan kekerasan seksual verbal hingga KBGO dalam bentuk-bentuk kekerasan seksual, hingga perintah untuk pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang berfungsi sebagai pusat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Perguruan Tinggi.
Permendikbud ini juga tidak terbatas mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang dilaksanakan di dalam lingkungan kampus saja. Lebih dari itu, pada Bab 1 Pasal 2, Permendikbud ini menyebutkan bahwa pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini juga perlu ditegakkan terkait dengan pelaksanaan Tridharma di luar kampus. Sebagaimana yang selama ini selalu digaungkan, Tridharma Perguruan Tinggi ini merujuk pada kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Mengacu pada pasal tersebut, selanjutnya pada Bab 1 Pasal 4, Permendikbud memasukkan kategori “masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma” sebagai salah satu sasaran pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang diundangkan.
“Pada prinsipnya Permen PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi) harus disetujui dan didukung sesuai dengan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Dasar 1945” Ujar Rektor Universitas Pramita Indonesia, Bapak H. M. Arifin Daulay, SH., M.Si.
Walaupun Mendikbudristek sudah mengesahkan Permen PPKS ini tapi masih banyak pihak yang menuai Pro dan Kontra terutama frasa ‘tanpa persetujuan korban’ yang mengacu kepada definisi kekerasan seksual dalam pasal 5 pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf l, dan huruf m. Terkait hal itu Rektor UNPRI mengatakan “Pelecehan atau kekerasan seksual tidak ada yang namanya persetujuan. Pasal itulah yang perlu diperhatikan, Permen PPKS-nya bagus tapi belum tentu isinya diterima oleh publik.”
Universitas Pramita Indonesia juga akan segera membuat Satgas PPKS di Kampus untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya pelecehan seksual di area kampus.
“Jadi nantinya akan dibuatkan Satgas PPKS dibantu oleh Warek III Bapak Dr. (c) Temmy Setiawan, S.E., M.Si. dan bekerja sama dengan BEM untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya hal tersebut.” sambung Rektor UNPRI, Bapak H. M. Arifin Daulay, S.H., M.Si.